Kesenian Singo Barong "Condromowo" Kaligawe, Desa Tridonorejo

  • Oct 30, 2019
  • Desa Tridonorejo

Pertunjukan Kesenian Singo Barong “Condromowo” di Kaligawe Desa Tridonorejo Kecamatan Bonang Kabupaten Demak, merupakan bentuk kesenian kerakyatan yang memiliki keindahan pada sisi bentuk pertunjukan serta dipadukan dengan pertunjukan Dangdut Kreasi. Pertunjukan kesenian tradisional di Jawa Tengah, seperti di daerah Pati, Blora, Grobogan, Demak, Semarang, Kendal, Magelang, yang disebut “Barongan” atau di masyarakat biasa menyebut “Singo Barong”, yaitu cerita rakyat tentang seekor binatang besar yang dapat berbicara seperti manusia pada kisah Raden Panji.

Kesenian Singo Barong Pada Awalnya.

Pertunjukan Singo Barong pertama kali muncul masih sangat sederhana, baik dalam bentuk tari, instrumen, musik, kostum, maupun sarana lainnya. Proses berkembangnya hanya dengan melihat atau mendengarkan saja tanpa adanya latihan-latihan khusus, sumber ceritanyapun disebarluaskan dari mulut ke mulut. Begitu juga dengan bentuk tariannya, hanya berdasarkan hasil penglihatan atau pengamatan pada waktu ada pementasan dan ditirukan yang kemudian ditambah serta diolah sendiri. Dalam konteks tarian, bentuk-bentuk tariannya tidak ada „waton-waton‟ yang sulit sehingga mudah dipelajari atau dikembangkan. Sementara dalam musik, tabuhan berbunyi rancak bersemangat sebagai musik pengiring tidak mengggunakan gendhing-gendhing yang rumit. Selain itu, sarana lainnya juga diusahakan mudah didapat di daerah sendiri sehingga tidak memerlukan biaya besar untuk memperolehnya.

Kesenian Singo Barong Masa Kini

Tetapi karena perkembangan zaman dan tuntutan masyarakat, kehidupan kesenian Singo Barong mengalami perubahan baik dari tarian, musik maupun perlengkapan lain seperti kostumnya. Dampak positifnya adalah kesenian Singo Barong ini masih tetap eksis, digemari, dan semakin berkembang di masyarakat. Pertunjukan Kesenian Singo Barong disajikan dalam bentuk drama tari atau fragmen yang sekarang ceritanya mengambil cerita rakyat Demak yaitu lakon Ronggo Tohjiwo. Singo Barong diwujudkan dalam bentuk tari kelompok yang menggunakan topeng harimau, atau singa raksasa berhiaskan bulu-bulu indah di kepalanya, merupakan tokoh yang berkarakter baik, dan bertindak melawan unsur kejahatan yang dilambangkan dengan tokoh Buto/raksasa.

Penuh atraksi magis

Pertunjukan Singo Barong bermula dari pertunjukan yang mengandung makna religi atau ritual, dipercaya dengan mengadakan pertunjukan Singo Barong dapat terhindari dari gangguan makhluk halus. Di kalangan masyarakat Jawa, Singo Barong dianggap sebagai tari yang mengutamakan hal-hal ritual magis. condromowo 2 Sekitar 5 tahun terakhir kesenian Singo Barong sudah tidak berfungsi sakral, karena perkembangan zaman dan tuntutan masyarakat Singo Barong mulai berkembang sebagai perayaan dan tanggapan perhelatan. Pertunjukan ini menjadi sebuah tontonan rakyat yang dikemas mengasyikkan, dengan demikian fungsi dari pertunjukan ritual telah berubah menjadi presentasi estetis (Soedarsono, 1998 :11). Pertunjukan Singo Barong sudah menjadi seni pertunjukan tradisional yang lebih mengutamakan seni hiburan dan komersial.

Dipercaya melibatkan makhluk halus.

Walaupun di dalam pertunjukan masih ada peristiwa kesurupan (intrance) dan ada unsur religi tetapi tidak dimaknai agar terjauhi dari gangguan makhluk halus, hanya merupakan seni pertunjukan yang melakukan atraksi-atraksi yang jarang dimiliki oleh kesenian yang lain. Walaupun masih ada orang yang mempercayainya tetapi perkembangan pertunjukan Singo Barong sudah berbeda cara memaknainya. Makna pertunjukan Singo Barong lebih merupakan sebagai identitas orang Jawa yang masih menjaga kelestarian keseniannya dan sebagai hiburan masyarakat. Pertunjukan Kesenian Singo Barong dibina dan dikembangkan oleh masyarakat terutama oleh para pekerja seni melalui pembinaan dan pengembangan. Anggota pemain baru direkrut melalui pendaftaran dan pelatihan meskipun ada diantaranya yang tidak mau turut kesurupan. Hal ini sesuai dengan penjelasan Umar Kayam (1981: 48), sudah waktunya kreativitas kesenian dipahami dalam konteks perkembangan masyarakat, agar strategi pengembangan kesenian mengacu kepada perkembangan masyarakat.

Kejawen yang melatar-belakangi kesenian Singo Barong.

Kesenian Singo Barong tersebar di daerah -daerah yang masyarakatnya dipandang masih berpegang pada tradisi kejawen, atau masyarakat yang masih kuat mempercayai kekuatan-kekuatan magis sehingga masih menggunakan sesajen dan pawang untuk kelengkapan pertunjukan. Demikian pula yang terdapat pada kesenian Singo Barong di Desa Tridonorejo. Kesenian Singo Barong di Desa Tridonorejo, dalam penampilannya memiliki variasi yaitu dipadukan dengan pertunjukan Dangdut Kreasi. Gabungan Singo Barong dengan Dangdut Kreasi merupakan pembaharuan suatu permainan Barongan modern agar tidak monoton, sehingga menambah menarik dan memiliki daya tarik tersendiri pada kesenian Singo Barong yang dikreasikan. Singo Barong “Condromowo” dipadukan dengan Dangdut Kreasi sering mendapat undangan untuk pentas di berbagai tempat sehingga membuat desa Tridonorejo lebih dikenal di wilayah Bonang Demak dan sekitarnya bahkan sampai keluar kota. Musik pendukung pertunjukan Kesenian Barongan “Condromowo“ di Desa Tridonorejo, Kecamatan Bonang, Kabupaten Demak ditata sedemikian rupa dan musik menyesuaikan urutan acara seperti : pra acara, babaran, tata kuda kepang, atraksi, syair lagu berbahasa Jawa dari lagu–lagu langgam dan lancaran.

Tempat pementasan.

Biasanya dimainkan di lapangan atau pelataran rumah dan sekarang juga dilengkapi dengan panggung untuk penempatan karawitan dan pentas campur sari, sedangkan penari dan atraksi di arena depan panggung. Pertunjukan Kesenian Barongan didukung oleh pemain Barongan dan pemain setanan/penthulan, penari, pemain musik, pemain atraksi. Kesenian Singo Barong “Condromowo” di desa ini, juga dapat dijadikan sebagai sumber tambahan penghasilan tersendiri bagi para senimannya. Berdasarkan keindahannya kesenian Singo Barong “Condromowo” yang ada di desa Tridonorejo Bonang tersebut merupakan budaya daerah yang harus dipertahankan dan dikembangkan sampai akhir zaman sehingga kesenian tradisional ini menjadi lestari dan tetap digemari dari generasi ke generasi berikutnya. (ags/Pemdes Tridonorejo)